Terlibatnya Akuntan Publik karena Kredit Macet 52 Milliar!
Terlibatnya Akuntan Publik karena Kredit Macet 52 Milliar!
Selasa, 18 Mei 2010 | 21:37 WIB
JAMBI,
KOMPAS.com – Seorang
akuntan publik yang membuat laporan keuangan perusahaan Raden Motor untuk
mendapatkan pinjaman modal senilai Rp 52 miliar dari BRI Cabang Jambi pada
2009, diduga terlibat kasus korupsi dalam kredit macet.
Hal ini terungkap setelah pihak
Kejati Jambi mengungkap kasus dugaan korupsi tersebut pada kredit macet untuk
pengembangan usaha di bidang otomotif tersebut.
Fitri Susanti, kuasa hukum tersangka
Effendi Syam, pegawai BRI yang terlibat kasus itu, Selasa (18/5/2010)
mengatakan, setelah kliennya diperiksa dan dikonfrontir keterangannya dengan
para saksi, terungkap ada dugaan kuat keterlibatan dari Biasa Sitepu sebagai akuntan
publik dalam kasus ini. Hasil pemeriksaan dan konfrontir keterangan tersangka
dengan saksi Biasa Sitepu terungkap ada kesalahan dalam laporan keuangan
perusahaan Raden Motor dalam mengajukan pinjaman ke BRI.
Ada empat kegiatan data laporan
keuangan yang tidak dibuat dalam laporan tersebut oleh akuntan publik, sehingga
terjadilah kesalahan dalam proses kredit dan ditemukan dugaan korupsinya. “Ada
empat kegiatan laporan keuangan milik Raden Motor yang tidak masuk dalam
laporan keuangan yang diajukan ke BRI, sehingga menjadi temuan dan kejanggalan
pihak kejaksaan dalam mengungkap kasus kredit macet tersebut,” tegas Fitri.
Keterangan dan fakta tersebut
terungkap setelah tersangka Effendi Syam diperiksa dan dikonfrontir
keterangannya dengan saksi Biasa Sitepu sebagai akuntan publik dalam kasus
tersebut di Kejati Jambi.
Semestinya data laporan keuangan
Raden Motor yang diajukan ke BRI saat itu harus lengkap, namun dalam laporan
keuangan yang diberikan tersangka Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor ada
data yang diduga tidak dibuat semestinya dan tidak lengkap oleh akuntan publik.
Tersangka Effendi Syam melalui kuasa
hukumnya berharap pihak penyidik Kejati Jambi dapat menjalankan pemeriksaan dan
mengungkap kasus dengan adil dan menetapkan siapa saja yang juga terlibat dalam
kasus kredit macet senilai Rp 52 miliar, sehingga terungkap kasus korupsinya.
Sementara itu pihak penyidik
Kejaksaan yang memeriksa kasus ini belum maumemberikan komentar banyak atas
temuan keterangan hasil konfrontir tersangka Effendi Syam dengan saksi Biasa
Sitepu sebagai akuntan publik tersebut.
Kasus kredit macet yang menjadi
perkara tindak pidana korupsi itu terungkap setelah kejaksaan mendapatkan
laporan adanya penyalahgunaan kredit yang diajukan tersangka Zein Muhamad
sebagai pimpinan Raden Motor. Dalam kasus ini pihak Kejati Jambi baru
menetapkan dua orang tersangka, pertama Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden
Motor yang mengajukan pinjaman dan tersangka Effedi Syam dari BRI yang saat itu
menjabat sebagai pejabat penilai pengajuan kredit.
SOLUSI :
Dalam kasus ini, seorang akuntan
publik (Biasa Sitepu) sudah melanggar prinsip kode etik yang ditetapkan oleh
KAP ( Kantor Akuntan Publik ). Biasa Sitepu telah melanggar beberapa prinsip
kode etik diantaranya yaitu :
- Prinsip tanggung jawab : Dalam melaksanakan tugasnya dia (Biasa Sitepu) tidak mempertimbangkan moral dan profesionalismenya sebagai seorang akuntan sehingga dapat menimbulkan berbagai kecurangan dan membuat ketidakpercayaan terhadap masyarakat.
- Prinsip integritas : Awalnya dia tidak mengakui kecurangan yang dia lakukan hingga akhirnya diperiksa dan dikonfrontir keterangannya dengan para saksi.
- Prinsip obyektivitas : Dia telah bersikap tidak jujur, mudah dipengaruhi oleh pihak lain.
- Prinsip perilaku profesional : Dia tidak konsisten dalam menjalankan tugasnya sebagai akuntan publik telah melanggar etika profesi.
- Prinsip standar teknis : Dia tidak mengikuti undang-undang yang berlaku sehingga tidak menunjukkan sikap profesionalnya sesuai standar teknis dan standar profesional yang relevan.
Solusi yang tepat untuk kasus kredit
macet adalah seharusnya perusahaan Raden Motor membuat laporan keuangan yang
diajukan ke BRI harus lengkap dan tersangka Effedi Syam dari BRI yang saat
itu menjabat sebagai pejabat penilai pengajuan kredit, harus teliti dalam
melakukan pengajuan kredit terhadap Zein Muhamad, dan Biasa Sitepu selaku
seorang akuntan public harus bertindak professional dalam tugasnya apabila ada
keganjalan dalam laporan keuangan perusahaan Raden Motor beliau harus
mengakuinya, sebagai seorang akuntan public Biasa Sitepu telah melanggar etika
profesi dan tidak mengikuti undang-undang yang berlaku.
PENDAPAT :
Dalam kasus ini, saya sebagai penulis berpendapat
bahwa kasus kredit macet senilai 52
milliar yang dilakukan oleh pihak tersangka UD Raden Motor ( Zein Muhamad) , Pejabat
BRI Jambi (Effendi Syam) dan Seorang Akuntan Publik (Biasa Sitepu) dengan tidak
membuat laporan keuangan yang lengkap dapat dikatakan sebagai pelanggaran sesuai dengan
UU No.31 tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU No.20 tahun 2001 tentang tindak
pidana korupsi
menyatakan bahwa “Tindak
pidana korupsi yang selama ini terjadi, tidak hanya merugikan keuangan negara,
tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi
masyarakat secara luas, sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan
sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa.
Selain itu, untuk lebih menjamin kepastian hukum, menghindari keragaman
penafsiran hukum dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak sosial dan
ekonomi masyarakat, serta perlakuan secara adil dalam memberantas tindak pidana
korupsi, perlu diadakan perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi “ dan Kode Etik Profesi Akuntansi bahwa
“Ilmu yang membahas perilaku perbuatan baik dan buruk manusia sejauh yang dapat
dipahami oleh pikiran manusia terhadap pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan
penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus sebagai Akuntan”.
Dari KASUS diatas Penulis juga menyetujui solusi
yang dipaparkan tersebut karena seorang Akuntan public (Biasa Sitepu) seharusnya
memahami / mempunyai 8 prinsip kode etik yang baik, bukan malah melanggar
beberapa prinsip tersebut. Seperti 1. Prinsip
Tanggung Jawab : dimana seharusnya setiap anggota harus senantiasa
menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang
dilakukannya. 2. Prinsip Integritas
: mengharuskan seorang anggota untuk, bersikap jujur dan berterus terang tanpa
harus mengorbankan rahasia penerima jasa. 3. Prinsip Obyektivitas : mengharuskan anggota bersikap adil, tidak
memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas
dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain. 4. Prinsip Prilaku Profesional : Setiap
anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan
menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Dan terakhir 5. Prinsip Standar Teknis : Setiap anggota
harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar
profesional yang relevan.
Komentar
Posting Komentar